Dengan dikeluarkannya revisi fatwa ini, diinginkan mampu jadi acuan bagi
muslim Indonesia secara umum dan Aceh terlebih di dalam pemilihan arah kiblat
ketika hendak laksanakan shalat. Namun, yang jadi persoalan, bagaimana
bersama dengan kiblat yang sudah ada di masjid-masjid atau mushala.
Apakah dan juga merta kudu dibongkar dan diubah mihrab-nya, atau cukup
mengubah arah saf saja jadi sedikit condong ke kanan atau melepaskan
layaknya yang ada?
Rekomendasi Fatwa Nomor 5 Tahun 2010, Majelis Ulama Indonesia (MUI)
sudah menjawab bahwa masjid/mushalla yang kurang tepat arah kiblatnya,
cukup dibenarkan posisi kiblat di di dalam masjid, tanpa kudu mengubah
bangunan masjidnya. Pengukuran arah kiblat mampu dijalankan bersama
dengan beraneka macam cara. Konon kembali dewasa ini terkandung aplikasi
handphone yang mampu mengukur arah kiblat bersama dengan kompas
kiblatnya. Selain itu, bagi para pemerhati falak, pengukuran arah kiblat
dijalankan bersama dengan ilmu ukur segitiga bola, rumus Tangen,
memakai theodolit sampai bersama dengan menunggu bayang-bayang matahari.
Istiwa adalah fenomena astronomis selagi posisi matahari melintasi
Meridian langit. Pada saat-saat khusus pergerakan musiman matahari akan
membawa dampak terhadap suatu ketika posisi matahari berada tepat di
atas Kakbah di kota Mekkah. Selama setahun terjadi dua kali momen istiwa
a'zam matahari tepat di atas Kakbah atau yang disebut bersama dengan
istiwa a'zam atau zawal atau rasdhul qiblah.
Istiwa a'zam yang terjadi di Kota Mekkah dimanfaatkan oleh kaum muslimin
di negara-negara sekitar Arab terlebih yang tidak sama selagi tidak
lebih berasal dari lima jam untuk memilih arah kiblat secara presisi
memakai tehnik bayangan matahari.
Fenomena istiwa a'zam terjadi akibat gerakan semu matahari yang disebut
gerak tahunan matahari (musim), sebab selama bumi beredar mengelilingi
matahari sumbu bumi miring 66,5 derajat terhadap bidang edarnya agar
selama setahun terlihat berasal dari bumi matahari mengalami pergeseran
23,5 derajat Lintang Utara (LU) sampai 23,5 derajat Lintang Selatan
(LS). Kakbah yang berada terhadap koordinat 21,4 derajat LU dan 39,8
derajat BT, di dalam setahun akan mengalami dua kali momen istiwa a'zam
(matahari di atas Kakbah).
Saat matahari berada di atas Kakbah, maka secara otomatis bayang-bayang
objek tegak di semua dunia akan lurus ke arah Kiblat. Hal itu sebab
kedudukan matahari di atas Kakbah agar bayangan tegak di semua dunia
searah Kiblat. Maka 28 Mei 2013 selanjutnya pukul 16.18 WIB, di daerah
mana pun yang mampu terima sinar matahari terhadap jam itu, umat Islam
mampu mengatahui arah Kiblat bersama dengan sederhana, tapi terjamin
akurasinya.
Teknik pemilihan arah kiblat
memakai istiwa a'zam sebetulnya sudah dipakai lama sejak ilmu falak
berkembang di Timur Tengah. Demikian pula halnya di Indonesia dan
beberapa negara Islam lainnya juga banyak memakai tehnik ini. Sebab,
tehnik ini tidak memerlukan perhitungan yang rumit dan siapa pun mampu
melakukannya. Yang dibutuhkan hanyalah sebilah tongkat bersama dengan
panjang lebih kurang satu meter dan di letakkan berdiri tegak di daerah
yang datar dan mendapat sinar matahari. Pada 28 Mei 2013 lalu, misalnya,
selagi terjadinya momen istiwa a'zam tersebut terhadap pukul 16.17.59
WIB, maka arah bayangan tongkat menunjukkan kiblat.
No comments:
Post a Comment